Oleh : Sri Wahyuni*
“Indonesia”
aku bangga akan dirimu
Mampu
mnyediakan segalamacam kekayaan
Dari sumber
daya alam hingga kebudayaan
Namun …..
Apa yang
terjadi saat ini
Semua negara
memanfaatkanmu
Semua
golongan memeras dan memperjual belikanmu
Hanya untuk
kenikmatan semata
Sedangkan
kami yang tidak berdaya
Tidak dapat
melakukan apa-apa
Kami hanya
bisa bungkam
Kami yang hidup melarat dilumbung
padi
Menjadi
pengemis di negeri sendiri
Oh negeri
ku…
Sampai kapankah semua ini akan
menjadi dilemma ?
Kini yang
tinggal hanyalah harkat dan martabat kami
Semuanya sudah
terkuras habis
Namun
haruskah Kami merelakan harkat dan martabat itu
Untuk diperjual belikan juga ?
Indonesia adalah negara yang kaya
akan sumber daya alam. Tidak hanya pertanian akan tetapi juga laut yang kaya
akan ikan dan segala macam bentuk pertambangan yang berharga dan bermanfaat
bagi kesejahteraan manusia. Bahkan kebudayaan Indonesia sangat terkenal hingga
manca negara.
Namun semua itu hanyalah background Indonesia yang penuh dengan
kepalsuan. Semua itu hanyalah kebaikan di balik kepalsuan, keindahan namun
menyimpan kebusukan didalamnya. Bukan saja hukum yang dapat diperjual belikan,
bahkan kehormatan, harga diri, harkat dan martabat manusiapun dapat diperjual
belikan dengan sejumlah materi yang tidak mempunyai nilai jika dibandingkan
dengan kekayaan negeri yang melimpah.
Perdagangan manusia merupakan
peristiwa yang sangat miris yang tengah terjadi di negeri tercinta ini. Hal
tersebut bukan merupakan fenomena baru yang memanas akhir-akhir ini, bisa
dikatakan bahwa keberadaan perdagangan manusia sudah setua usia manusia itu
sendiri. Dulu pada zaman
penjajahan, kita mengenal hal tersebut dengan perbudakan. Budak diperjual belikan
secara bebas dan merupakan hasil dari para tawanan perang. Para budak biasanya
tidak diberi hak imbalan berupa uang dalam melekukan pekerjaan. Namun berbeda
jauh dengan yang terjadi pada saat sekarang ini. Manusia diperjual belikan
untuk memuaskan nafsu para hidung belang (budak seks), tubuh perempuan menjadi
tak bertuan. Dapat jatuh dalam pelukan siapapun yang ingin menikmatinya. Bahkan
tidak jarang para backing adalah
golongan penguasa yang seharusnya dapat menjadi pelindung.
Banyak
organisasi yang berkedok sebagai penyaluran tenaga kerja (TKI/TKW) ke luar ataupun didalam negeri. Karena dunia
tenaga kerja merupakan salah satu jalan untuk merubah nasib. Menjanjikan
pekerjaan yang ringan, enak, tetapi dengan honorarium yang tinggi sehinga dapat
menggiurkan siapapun yang mendengarkannya. Namun pada prakteknya merupakan
perdagangan manusia, perempuan dan anak-anak menjadi ajang manipulasi dan
perangkap pekerjaan illegal.
Banyak dari
perdagangan manusia disebabkan kerena kemiskinan, kebohan, dan kekurangan
informasi mengenai dunia tenaga kerja, sehingga banyak para pencari kerja yang
jatuh ke lembah nista yaitu budak seks. Beberapa data menunjukkan bahwa.
Laporan dari
Malaysia, di wilayah perbatan negara tetangga Malaysia dan singapura
menunjukkan bahwa lebih dari 4.268 orang berasal dari Indonesia. Dari jumlah
6.809 orang yang terlibat dalam kejahatan perdagangan perempuan di Malaysia
sebagai pekerja seks (data tahun 1999 dan 2000). Sedangkan dari hasil
pemantauan yang disampaikan oleh U.S. Departemen
of state menyatakan bahwa dari sejumlah 5 juta buruh migran terdapat 20%
merupak hasil dari perdagangan perempuan dan anak-anak yang berasal dari
Indonesia (syafaat,rachmad. 2003 :8).
Data tersebut menunjukkan besarnya
masyarakat Indonesia yang terlinbat dalam perdagangan perempuan dan anak-anak
yang terjadi di luar negeri. Sebagian
besar korban dari perdagangan perempuan dan anak-anak yang terjadi karena
kurangnya informasi yang mereka dapat dalam bidang tenaga kerja di luar negeri.
Sedangkan di dalam negeri sendiritidak kalah banyaknya gbhkan dalam satu
wilayah saja dapat mencapai angka 1.000 jiwa yang dapat digologkan sebagai
pekerja seks. Seperti halnya di kawasan dolly di kota Surabaya yaitu daerah prostitusi
terbesar di asia tenggara.
Saat ini jumlah wisma yang ada di
blok A saja sekitar 70-an unit. Jika ditambah dengan wisma di blok B dan C jumallhnya
mencapai 400-an unit. Sementara jumlah PSK yang bekerja disana sekitar 1.400-an
(nova, satria. 2011 : 24 )
Data tersebut jelas menunjukkan
bahwa pada tahun 2010 saja, jumlah pekerja seks di sana mencapai 1.400 an dalam
satu wilayah prostitusi. Jika daerah prostitusi mencapai 3-4 wilayah dan
melibatkan sedikitnya 1.000 PSK. Maka setidaknya terdapat 5.000 penduduk
Indonesia yang bekerja sebagai PSK di dalam negeri.
Kita harus waspada terhadap semakin
maraknya perdagangan perempuan sebagai pekerja seks akhir-akhir ini. Biasanya
perdagangan perempuan melibatkan beberapa pihak seperti calo yang berlagak
sebagai seseorang yang sedang mencari pacar, atau calo yang menawarkan
pekerjaan, pengepul yang berlagak seolah ingin membantu korban, sindikat yang
seolah membantu dalam pengurusan surat-surat penting (PLB), hingga seorang
cukong yang dapat melakukan penganiayaan.
Hal-hal seperti diatas disebabkan
oleh berbagai alasan, diantaranya adalah masyarakat tidak siap untuk menghadapi
persaingan global, sehingga menimbulkan kemiskinan maka salah satunya jalan
untuk merubah nasib adalah dengan menjadi TKI/TKW dan kemajemukan masyarakat
Indonesia. Alasan yang terlebih penting lagi adalah ketidak siapan pemerintah
dalam menghadapi hal-hal tersebut sehingga pemerintah sendiri tidak mampu
menindaklanjuti akar dari kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Namun
hal yang sangat tidak di inginkan jika kasus perdagangan manusia terus saja
membesar maka Indonesia bukan lagi sebagai negara yang kaya akan hasil alam dan
kebudayaan yang telah habis dieksploitasi melainkan juga penyediaan sumber daya
budak yang melimpah. Dan akhirnya
kita hanya di pandang sebagai suatu bangsa yang rendah.
***
*Penulis adalah
Mahasiswa Universitas Andalas
Fakulltas Ilmu Budaya
Jurusan Ilmu Sejarah
Posting Komentar