Mohon Maaf Atas Ketidak Nyamanan Anda Dalam Mengakses Sebagian Link, Karena Masih Dalam Perbaikan
Home » » Haruskah Kehormatan dan Harga Diri Diperjual Belikan Juga ?

Haruskah Kehormatan dan Harga Diri Diperjual Belikan Juga ?

Written By andalas journal of history on Senin, 20 Februari 2012 | 20.44


Oleh : Sri Wahyuni*


“Indonesia” aku bangga akan dirimu
Mampu mnyediakan segalamacam kekayaan
Dari sumber daya alam hingga kebudayaan
Namun …..
Apa yang terjadi saat ini
Semua negara memanfaatkanmu
Semua golongan memeras dan memperjual belikanmu
Hanya untuk kenikmatan semata
Sedangkan kami yang tidak berdaya
Tidak dapat melakukan apa-apa
Kami hanya bisa bungkam
Kami yang hidup melarat dilumbung padi
Menjadi pengemis di negeri sendiri
Oh negeri ku…
Sampai kapankah semua ini akan menjadi dilemma ?
Kini yang tinggal hanyalah harkat dan martabat kami
Semuanya sudah terkuras habis
Namun haruskah Kami merelakan harkat dan martabat itu
Untuk diperjual belikan juga ?


Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Tidak hanya pertanian akan tetapi juga laut yang kaya akan ikan dan segala macam bentuk pertambangan yang berharga dan bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Bahkan kebudayaan Indonesia sangat terkenal hingga manca negara.
Namun semua itu hanyalah background Indonesia yang penuh dengan kepalsuan. Semua itu hanyalah kebaikan di balik kepalsuan, keindahan namun menyimpan kebusukan didalamnya. Bukan saja hukum yang dapat diperjual belikan, bahkan kehormatan, harga diri, harkat dan martabat manusiapun dapat diperjual belikan dengan sejumlah materi yang tidak mempunyai nilai jika dibandingkan dengan kekayaan negeri yang melimpah.
Perdagangan manusia merupakan peristiwa yang sangat miris yang tengah terjadi di negeri tercinta ini. Hal tersebut bukan merupakan fenomena baru yang memanas akhir-akhir ini, bisa dikatakan bahwa keberadaan perdagangan manusia sudah setua usia manusia itu sendiri. Dulu pada zaman penjajahan, kita mengenal hal tersebut dengan perbudakan. Budak diperjual belikan secara bebas dan merupakan hasil dari para tawanan perang. Para budak biasanya tidak diberi hak imbalan berupa uang dalam melekukan pekerjaan. Namun berbeda jauh dengan yang terjadi pada saat sekarang ini. Manusia diperjual belikan untuk memuaskan nafsu para hidung belang (budak seks), tubuh perempuan menjadi tak bertuan. Dapat jatuh dalam pelukan siapapun yang ingin menikmatinya. Bahkan tidak jarang para backing adalah golongan penguasa yang seharusnya dapat menjadi pelindung.
Banyak organisasi yang berkedok sebagai penyaluran tenaga kerja (TKI/TKW)  ke luar ataupun didalam negeri. Karena dunia tenaga kerja merupakan salah satu jalan untuk merubah nasib. Menjanjikan pekerjaan yang ringan, enak, tetapi dengan honorarium yang tinggi sehinga dapat menggiurkan siapapun yang mendengarkannya. Namun pada prakteknya merupakan perdagangan manusia, perempuan dan anak-anak menjadi ajang manipulasi dan perangkap pekerjaan illegal.
Banyak dari perdagangan manusia disebabkan kerena kemiskinan, kebohan, dan kekurangan informasi mengenai dunia tenaga kerja, sehingga banyak para pencari kerja yang jatuh ke lembah nista yaitu budak seks. Beberapa data menunjukkan bahwa.
Laporan dari Malaysia, di wilayah perbatan negara tetangga Malaysia dan singapura menunjukkan bahwa lebih dari 4.268 orang berasal dari Indonesia. Dari jumlah 6.809 orang yang terlibat dalam kejahatan perdagangan perempuan di Malaysia sebagai pekerja seks (data tahun 1999 dan 2000). Sedangkan dari hasil pemantauan yang disampaikan oleh U.S. Departemen of state menyatakan bahwa dari sejumlah 5 juta buruh migran terdapat 20% merupak hasil dari perdagangan perempuan dan anak-anak yang berasal dari Indonesia (syafaat,rachmad. 2003 :8).
Data tersebut menunjukkan besarnya masyarakat Indonesia yang terlinbat dalam perdagangan perempuan dan anak-anak yang terjadi di luar negeri. Sebagian besar korban dari perdagangan perempuan dan anak-anak yang terjadi karena kurangnya informasi yang mereka dapat dalam bidang tenaga kerja di luar negeri. Sedangkan di dalam negeri sendiritidak kalah banyaknya gbhkan dalam satu wilayah saja dapat mencapai angka 1.000 jiwa yang dapat digologkan sebagai pekerja seks. Seperti halnya di kawasan dolly  di kota Surabaya yaitu daerah prostitusi terbesar di asia tenggara.
Saat ini jumlah wisma yang ada di blok A saja sekitar 70-an unit. Jika ditambah dengan wisma di blok B dan C jumallhnya mencapai 400-an unit. Sementara jumlah PSK yang bekerja disana sekitar 1.400-an (nova, satria. 2011 : 24 )
Data tersebut jelas menunjukkan bahwa pada tahun 2010 saja, jumlah pekerja seks di sana mencapai 1.400 an dalam satu wilayah prostitusi. Jika daerah prostitusi mencapai 3-4 wilayah dan melibatkan sedikitnya 1.000 PSK. Maka setidaknya terdapat 5.000 penduduk Indonesia yang bekerja sebagai PSK di dalam negeri.
Kita harus waspada terhadap semakin maraknya perdagangan perempuan sebagai pekerja seks akhir-akhir ini. Biasanya perdagangan perempuan melibatkan beberapa pihak seperti calo yang berlagak sebagai seseorang yang sedang mencari pacar, atau calo yang menawarkan pekerjaan, pengepul yang berlagak seolah ingin membantu korban, sindikat yang seolah membantu dalam pengurusan surat-surat penting (PLB), hingga seorang cukong yang dapat melakukan penganiayaan.
Hal-hal seperti diatas disebabkan oleh berbagai alasan, diantaranya adalah masyarakat tidak siap untuk menghadapi persaingan global, sehingga menimbulkan kemiskinan maka salah satunya jalan untuk merubah nasib adalah dengan menjadi TKI/TKW dan kemajemukan masyarakat Indonesia. Alasan yang terlebih penting lagi adalah ketidak siapan pemerintah dalam menghadapi hal-hal tersebut sehingga pemerintah sendiri tidak mampu menindaklanjuti akar dari kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Namun hal yang sangat tidak di inginkan jika kasus perdagangan manusia terus saja membesar maka Indonesia bukan lagi sebagai negara yang kaya akan hasil alam dan kebudayaan yang telah habis dieksploitasi melainkan juga penyediaan sumber daya budak yang melimpah. Dan akhirnya kita hanya di pandang sebagai suatu bangsa yang rendah.
***
*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Andalas
Fakulltas Ilmu Budaya
Jurusan Ilmu Sejarah
Share this article :

Posting Komentar