Mohon Maaf Atas Ketidak Nyamanan Anda Dalam Mengakses Sebagian Link, Karena Masih Dalam Perbaikan
Home » » PENGEMIS DI LAMPU MERAH Jl. KATIB SULAIMAN

PENGEMIS DI LAMPU MERAH Jl. KATIB SULAIMAN

Written By andalas journal of history on Sabtu, 04 Februari 2012 | 20.02


PADANG, AJOH, Hidup dijalanan bukanlah suatu hal yang diinginkan, memenuhi semua kebutuhan apalagi sampai tumbuh besar dijalanan, termasuk Desi Puspita Sari, salah satu anak jalanan di lampu merah Jl. Katib Sulaiman, berumur 8 tahun, duduk di kelas 1 SD ( Siswa Dasar), anak ke 5 dari 9 orang bersaudara. Desi menceritakan ia mulai mengamen pada jam 10.00 Wib – 22.00 Wib, pada saat dijumpai hari Rabu, 2 Februari 2012 pukul 14.00 wib. Desi mengaku ia mengamen disuruh ibunya untuk mendapatkan uang, hal itu disebabkan karena faktor ekonomi, uang yang ditargetkan oleh ibunya adalah minimal Rp50.000 – 100.000/hari, jika dia kurang mendapatkan uang maka ia akan dimarah-marahi oleh ibunya, tetapi hanya sebatas itu saja, ia mengaku ibunya tidak pernah memukul atau bermain kasar padanya, jika ia mendapatkan minimal Rp50.000 ia hanya mendapatkan jatah Rp3.000 saja dan jika ia mendapatkan minimal Rp100.000 ia mendapatkan Rp5.000 saja.
 Pada saat ditanya kapan ia punya waktu belajar, dengan polosnya ia menjawab tidak ada, bahkan pada saat dijumpai hari itu ia bolos sekolah untuk mencari uang, ia belum mengetahui apa cita-citanya nantinya dan untuk apa dia belajar. Mirisnya ia tidak tahu dimana keberadaan ayahnya, karena selama ini ia hanya tinggal dengan ibunya dan kedelapan saudaranya, Desi tinggal di Padang Sarai, Kayu Kalek, Padang. Di perumahan yang disewakan.
Lain lagi halnya dengan bapak Doni Saputra, berumur 49 tahun yang berasal dari Jambi, ia juga pengemis di lampu merah jl. Katib Sulaiman, tetapi bapak Doni mengalami cacat fisik yaitu tangan kirinya diamputasi karena kecelakaan mobil. Bapak Doni mulai mengemis sejak akhir tahun 2009 yang disebabkan oleh kecelakaan yang menimbanya, dulunya bapak Doni adalah seorang sopir truk Padang- Jambi, akibat kecelakaan tangannya kirinya terpaksa diamputasi, ia sudah berusaha mencari pekerjaan yang lain tetapi tidak juga dapat-dapat karena keterbatasan fisiknya, akhirnya ia memutuskan untuk meminta-minta di jalanan lampu merah, tempat mangkalnya pak Doni tidak menetap, kadang-kadang ia juga ke luar kota Padang seperti ke Batu sangkar, Bukit Tinggi dan Solok, dengan tempat tinggal yang tidak menetap pula, kadang-kadang ia menumpang nginap ditempat temannya dan kadang-kadang di mushalla.
Pak Doni tidak sendirian, ia mempunyai seorang istri dan 7 orang anaknya yang di Jambi, dengan penghasilan istrinya yang hanya sebagai buruh cuci saja tidak mungkin bisa menghidupi keluarganya, maka pak Doni membantu sedikit-sedikit dengan mengirim uang perbulan ke keluarganya di Jambi, meskipun hanya sebagai pengemis namun pak Doni menginginkan anakna bisa sekolah yang tinggi, hal itu ia buktikan dengan adanya yang melanjutkan sekolah sampai perguruan tinggi di Bukit Tinggi, pak Doni mengaku sebenarnya ia tidak menginginkan pekerjaan ini, tetapi keadaan yang membuatnya terpaksa, jika saja ada bantuan yang diberikan pemerintah padanya dan pengemis-pengemis yang lainnya untuk membuka usaha atau yang lainnya maka pengemis dikota Padang ini akan berkurang, tetapi hal tersebut tidak ada.
Pada saat saya menanyakan bagaimana dengan anak dan istrinya tentang pekerjaannya ini, ia mengaku istrinya belum tahu tetapi sebagian anak-anaknya ada yang sudah mengetahui pekerjaannya ini, lagian jika suatu hari semuanya tahu mungkin itu sudah takdirnya mereka tahu. 
Mengemis dilampu merah ini tidak pula semudah dibayangkan, ia harus bersaing dengan pengemis-pengemis lainnya yang jumlah nya juga tidak sedikit, pengusiran dari polisi dan dinas sosial. Selama ia mengemis dilampu merah itu sudah > 5 kali tertangkap oleh satpol PP, kemudian dibebaskan lagi, ditangkap itu palingan hanya ditahan 1 hari, tidak akan pernah merasakan kapok atau takut ditangkap oleh polisi dan dinas sosial yang melakukan pembersihan jalan, hal itu dikarenakan kebutuhan hidup yang harus dilengkapi, tutur bapak Doni.(nela)
Share this article :

Posting Komentar